SEPUCUK SURAT UNTUK SEPAK BOLA INDONESIA


Belum lama ini sepak bola Indonesia mendapat kabar kurang mengenakkan. Indonesia semakin terperosok di kancah sepak bola dunia, dengan berada di peringkat 173 FIFA, setelah sebelumnya berada di peringkat 171. Ironisnya, poin kita sama dengan Kamboja, yakni 964. Negara yang dulu biasa kita hajar dengan 6 sampai 7 gol kini berhasil menyamai poin Indonesia di peringkat FIFA. Tidak hanya itu, awal tahun ini Liga 1 terlempar dari 12 besar liga Wilayah Timur AFC. Dengan begitu, klub-klub Indonesia tidak bisa tampil di Liga Champions Asia sama sekali, setelah sebelumnya berkesempatan untuk berkiprah di LCA melalui jalur kualifikasi. Hal ini disebabkan Liga Korea Utara yang menyalip ke peringkat 7 setelah wakil andalannya, 25 April SC mengalami peningkatan prestasi dengan mencapai final AFC Cup tahun 2019, sehingga poin Liga Korea Utara meroket dan menyalip liga-liga negara lainnya, termasuk Liga 1.

Tentu saja kabar ini sangat menyedihkan bagi seluruh penggemar sepak bola di tanah air. Prestasi yang ditorehkan terus merosot tahun demi tahun. Padahal, Indonesia dahulu dijuluki Macan Asia karena maju dalam bidang olahraga, termasuk sepak bola. Tim Nasional Indonesia pernah mencapai semifinal Olimpiade 1956 di Sydney, sebelum Ramang dkk. dilumat empat gol tanpa balas oleh Uni Soviet. Jika rentang waktu itu terlalu jauh, setidaknya sejak tahun 1996 hingga 2007 Indonesia masih berlangganan masuk Piala Asia. Masih segar dalam ingatan Budi Sudarsono dan Bambang Pamungkas menggemuruhkan seisi stadion Gelora Bung Karno lewat gol-golnya ke gawang Bahrain tahun 2007. Di tahun yang sama, Persik Kediri sanggup bersaing di kancah tertinggi klub-klub Asia meski akhirnya pulang lebih awal di fase grup. Macan Putih sempat mengalahkan Sydney FC 2-1 dan menahan imbang 3-3 Urawa Red Diamonds, yang kelak menjadi kampiun.

Sebenarnya kita tidak tinggal diam menghadapi masalah ini. Jika diamati, sepakbola Indonesia sudah berkembang sedikit demi sedikit dari segi non teknis, seperti jadwal liga yang mulai tertata rapi, upaya dari klub untuk mengelola stadion sendiri, upaya pembangunan lapangan latihan sendiri dan sebagainya. Sayangnya belum ada perbaikan di sisi teknis sehingga belum ada peningkatan prestasi di dalam lapangan. Untuk masalah ini, tampaknya hanya para pemain dan pelatih yang mempu menyelesaikan masalah ini. Berikut beberapa tips yang bisa saya berikan secara sederhana dari sisi teknis untuk meningkatkan prestasi sepak bola Indonesia di kancah internasional, baik level tim nasional maupun klub:

1.       Sirkulasi bola umpan-umpan pendek

Saya pernah mendapat informasi bahwa Indonesia merupakan negara dengan rata-rata tinggi badan terendah di dunia. Sederhananya, orang Indonesia merupakan orang terpendek di dunia, dengan rata-rata tingginya sekitar 156 cm. Jika data ini tidak valid, secara kasat mata pun sudah terlihat postur orang Indonesia memang lebih pendek dibanding negara lain. Sepak bola adalah olah raga yang paling adil di dunia, dapat dimainkan oleh semua orang dengan berbagai perawakan, baik tinggi, pendek, gemuk, kurus, laki-laki, perempuan, bahkan orang difabel pun kini bisa menikmati olahraga ini. Inilah sebabnya sepakbola menjadi olahraga paling populer di dunia, di samping cara mainnya yang sederhana. Seorang teman pernah berujar, sepak bola Indonesia mengikuti gaya Italia yang berprinsip direct passing dalam membangun serangan. Tak heran jika selama ini Indonesia bermain dengan aliran bola dari bek tengah, lalu dioper ke sayap, sayap berlari di sisi lapangan dan melakukan crossing ke kotak penalti disambut striker. Sistem seperti ini membutuhkan pemain jangkung di lini depan, tidak cocok untuk orang Indonesia yang pendek-pendek. Orang Italia rata-rata memiliki perawakan tinggi menjulang dan kokoh, jelas mampu bermain dengan cara seperti ini.

Menurut Justinus Lhaksana, Indonesia cocok dengan bermain umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki, sehingga sirkulasi bola menjadi lebih rapi. Jarak antar pemain tidak boleh terlalu jauh, maksimal 10 meter untuk menjaga kerapatan ruang antar lini dan agar opsi umpan tidak terlalu jauh. Jangan meniru sistem permainan Pep Guardiola, karena untuk menjalankan sistem juego de posicion ala Pep memerlukan pemain-pemain dengan kualitas yahud, sementara kualitas pemain kita masih pas-pasan. Arsenal, Ajax Amsterdam, dan Barcelona bisa menjadi referensi yang tepat, karena klub-klub ini menggunakan filosofi umpan-umpan pendek yang sudah mendarah daging selama puluhan tahun. Jika ditelusuri, ketiga klub ini menganut madzhab Total Football yang dipelopori Johan Cruyff. Total Football menekankan setiap pemain mempunyai visi yang bagus supaya bisa mengeksploitasi celah sekecil apapun di wilayah pertahanan lawan, sekaligus bisa menciptakan ruang melalui sirkulasi bola yang apik antar pemain. Kedengarannya cukup memusingkan, tapi gaya bermain ini bisa menghemat tenaga dengan memperbanyak pergerakan tanpa bola dan pemosisian yang baik. Gaya bermain ini dapat menutupi kekurangan pemain Indonesia yang selama ini menjadi momok, yaitu fisik dan stamina yang cepat terkuras. Memang butuh waktu yang tidak sebentar agar pemain bisa memahami gaya bermain asal Belanda ini dan mempraktikkannya dengan baik di lapangan. Sistem ini dapat dijalankan oleh siapapun, termasuk pemain kita. Pola permainan yang rapi adalah pondasi awal dalam membangun tim sepakbola yang kuat, sebelum beranjak ke level selanjutnya, yaitu efektif dalam mengeksekusi peluang dan memiliki mental juara.



Skema gol Arsenal saat mengalahkan Manchester City di semifinal Piala FA beberapa waktu lalu. Berawal dari build up dari lini belakang dengan 18 passing hingga terjadi gol. Cocok untuk sepak bola Indonesia

2.       Ekspor pemain ke luar negeri

Untuk meningkatkan kualitas, pemain perlu mencari tantangan yang lebih tinggi, yaitu dengan bermain di luar negeri. Tidak cukup jika hanya bermain di dalam negeri. berdasarkan informasi dari akun Instagram @football_noise, jalur ekspor pemain Indonesia bisa dimulai dari Liga Thailand, kemudian Liga Jepang/Korea Selatan, baru setelah mumpuni pemain bisa terbang ke Eropa. Selain meningkatkan kualitas, bermain di luar negeri bisa meningkatkan mental dan fisik. Pemain Jepang dan Korea Selatan banyak yang berkarir di Eropa, tak heran jika kedua negara itu berlangganan masuk Piala Dunia.

3.       Mengurangi tekanan pada pemain

Ini ditujukan kepada seluruh pecinta sepak bola di tanah air. Kita harus mengakui, kualitas pemain sepak bola Indonesia pas-pasan, bahkan buruk. Jangan menaruh ekspektasi tinggi kepada Tim Nasional Indonesia maupun perwakilan Indonesia di AFC Cup. Kita harus menerima kenyataan bahwa kualitas sepak bola Indonesia masih jauh dari harapan. Cukup terus mendukung para pemain dalam keadaan apapun, layaknya kita mendukung tim jagoan kita dari Benua Biru. Jangan menghujat pemain-pemain di media sosial ketika baru saja mengalami kekalahan, supaya mental mereka tidak turun. Memberi saran dan kritik yang membangun lebih baik daripada memuntahkan emosi di dunia maya.

Masalah sepak bola Indonesia tidak hanya masalah para pemain dan pelatih, namun juga masalah kita semua. Yang perlu kita lakukan adalah membantu dengan apa yang kita mampu. Indonesia mempunyai potensi untuk berbicara banyak di kancah Asia, setidaknya selalu lolos ke Piala Asia setiap edisi. Saya sangat yakin, dengan metode yang tepat, Indonesia bisa menjadi Macan Asia kembali. Namun perlu diingat, membangun tim sepak bola yang kuat tidak bisa dilakakan dalam semalam. Butuh proses yang panjang dan waktu yang tidak sebentar. Cukup menikmati proses yang ada. Mari merayakan sepak bola, Indonesia. Kita pasti bisa!

Komentar

Postingan populer dari blog ini