INTISARI AJARAN SYEKH ABDUL QADIR JAILANI: KETIKA TASAWUF MENGAJARKAN NILAI-NILAI KEHIDUPAN


Saya telah menyelesaikan bacaan buku yang berjudul Intisari Ajaran Syekh Abdul Qadir Jailani. Buku ini ditulis oleh Syekh Abdul Mughni dan diterbitkan Pustaka Media Surabaya. Sayangnya tidak dicantumkan tahun terbit. Namun berdasarkan hasil ekplorasi di internet buku ini diterbitkan tahun 2007. Buku ini saya dapatkan saat haflatul wada’ (acara perpisahan) kelas tiga Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) tahun 2010. Saya memperoleh buku ini sebagai penghargaan karena berhasil masuk sepuluh besar santri paling berprestasi saat itu. Selain buku ini saya juga mendapatkan Alquran yang masih dibaca hingga saat ini.

Beliau bernama asli Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Salih bin Janki Dusti bin Yahya bin Muhammad bin Daud bin Musa bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Beliau termasuk ahlul bait atau keturunan Nabi Muhammad saw. Beliau lahir di Jilan pada Bulan Ramadhan tahun 471 H. Jilan adalah daerah di wilayah Tabaristan, wilayah antara Pegunungan Tabaristan dan Pantai Selatan Laut Kaspia. Sekarang wilayah ini menjadi salah satu provinsi di Iran. Syekh Abdul Qadir hanya tinggal di Jilan selama selama 18 tahun dengan mempelajari dasar ilmu agama Islam. kemudian merantau ke Baghdad untuk memperdalam ilmu tersebut dengan berguru pada banyak ulama. Baghdad merupakan pusat peradaban dan keilmuan dunia Islam saat itu. Syekh Abdul Qadir meninggal 10 Rabiul Akhir 561 H di usia 91 tahun. Selama hidupnya beliau menghasilkan banyak karya. Salah satu karyanya yang mencengangkan adalah Tafsir Al-Jailani yang ditemukan di Vatikan setelah 800 tahun menghilang. Tafsir ini menjabarkan satu demi satu ayat Alquran dari sisi tasawuf yang mendalam.

Syekh Abdul Qadir Jailani merupakan tokoh sufi terkemuka abad pertengahan. Menurut guru-guru saya, Beliau adalah seorang Wali Qutub (Poros para wali), wali tingkat tertinggi. Selain itu beliau juga dijuluki Sulthonul Auliya’ (Rajanya Para Wali), dan Al-Asfiya’ (Pemimpin Para Sufi). Wali adalah orang yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Tuhan, sehingga memiliki intuisi yang tinggi dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang-orang biasa. Di Nasrani orang-orang semacam ini biasa disebut Saint (Santo/Santa). Beliau selalu dibacakan surat Al-Fatihah saat mentahlilkan orang-orang yang sudah wafat. Tsumma ilaa jamii’iI ahlil qubuurii minal anbiyaaa’I walmursaliin wal auliyaa’I wassyuhadaa’I wasshoolihin wal ‘ulamaa’il ‘aamiliin wasshohaabati wattaabi’iin wa ilaa jamii’il malaaikatil muqarrabiin khushuushon ilaa Syaikh Abdul Qadiir Jailani Al-Faatihah…….

Buku ini terbagi ke dalam 37 ajaran (bagian/bab). Setelah saya membaca buku ini, saya merasa seluruh bagian bahkan setiap paragraf mengandung pesan penting. Namun di sini saya menjelaskan beberapa poin saja, yang sekiranya relevan untuk seluruh kalangan. Meskipun beliau adalah tokoh muslim, saya berharap pesan-pesan yang disampaikan beliau bisa menginspirasi umat agama lain, sehingga menjadi pesan yang universal.  Poin-poin tersebut antara lain: taubat, qanaah; zuhud; serta sabar dan tenang   

1.    Taubat

Taubat merupakan tahapan paling awal dalam mendalami ilmu tasawuf. Taubat penting dilakukan, karena manusia akan mengalami kematian dan kita tak tahu kapan waktu ajal tiba. Ketika ajal tiba, pintu taubat sudah tutup sehingga dosa-dosa yang pernah kita lakukan tidak dapat diampuni. Memasuki pintu taubat dimulai dengan berperilaku baik. Kesenangan duniawi perlu dikendalikan agar tidak melampaui batas.

Ada tiga tingkatan yang harus ditempuh oleh seseorang yang ingin bertaubat, yaitu selalu mengingat kematian, bersabar dan bertawakal ketika mendapatkan ujian dan cobaan, dan menyerahkan diri kepada Allah dalam setiap keadaan. Menurut KH. Zainudin MZ. dalam salah satu ceramahnya, salah satu ciri orang yang bertaubat adalah memaafkan kesalahan orang lain. Secara teori tampaknya mudah dilakukan. Namun ternyata sulit untuk melaksanakannya dalam realita, apalagi jika kerugian yang kita terima sangat banyak, baik dari segi moril maupun materil. Mari kita maafkan orang-orang yang telah menyakiti kita. Memang berat, namun harus selalu diupayakan, supaya Allah juga menerima taubat kita.

2.    Qanaah

Qanaah adalah puas atas pemberian yang sudah diterimanya. Puas dengan bersyukur dan menghindari sifat rakus. Qanaah menyebabkan hati menjadi tenang. Bahkan sifat ini menjadi modal yang tak pernah habis dalam kondisi apapun. Qanaah adalah sifat yang didambakan para sufi, karena mampu menjauhi hawa nafsu. Keinginan nafsu terhadap hal-hal duniawi tidak pernah berhenti. Jika dituruti, manusia bisa tenggelam dalam kesibukan duniawi dan mengabaikan bekal untuk akhirat, sehingga melupakan Tuhan.

Qanaah bukan sekadar pasrah dan menerima apa yang sudah terjadi. Sifat qanaah memang sabar menerima ketentuan Tuhan. Namun sikap itu sebenarnya merupakan upaya untuk mempercayai bahwa ada kekuasaan Tuhan yang lebih menentukan dibanding rencana dan logika manusia. Ikhtiar harus tetap dilakukan selama hayat masih di kandung badan. Qanaah bisa membangkitkan kesungguhan hidup. Qanaah tidak mengenal rasa takut, ragu, dan bimbang.

Qanaah merupakan manifestasi dari sikap ikhlas. Ikhlas adalah beribadah semata-mata karena mengharap ridha Allah. Ridha atau rela atas apa yang telah terjadi membuat dada menjadi lebih lapang. Menurut KH. Zainudin MZ. pula, salah satu tanda orang yang ikhlas dan qanaah adalah jarang merasa kecewa. Rasa kecewa timbul ketika seseorang kurang menerima ketika kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan. Nah, sikap ikhlas dan qanaah membantu kita mengurangi rasa kecewa tersebut. Karena setiap kenyataan yang terjadi selalu terselip hikmah atau hal positif yang bisa diambil jika kita berpikir jernih.

3.    Zuhud

Ada beberapa definisi zuhud. Nabi Muhammad saw. bersabda bahwa zuhud adalah tidak menganggap apa yang ada pada diri kita lebih pasti dari apa yang ada pada Allah. Imam Al-Ghazali menjelaskan zuhud sebagai mengurangi keinginan duniawi dan menjauh darinya dengan penuh kesadaran dalam hal yang mungkin dilakukan. Imam Al-Qusyairi menukil dari kaum sufi bahwa zuhud merupakan tidak bangga terhadap kemewahan dunia namun juga tidak sedih ketika kemewahan tadi hilang dari tangannya. Ibnu Qudamah Al-Muqadasi berpendapat zuhud adalah pengalihan keinginan dari sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik. Ada tiga sifat orang zuhud menurut Al-Muqadasi, yaitu:

a.    Sedikit sekali menggemari dunia, sederhana dalam menggunakan segala yang dimilikinya, menerima apa adanya, dan tidak merisaukan sesuatu yang sudah tidak ada. Namun tetap giat berusaha mencari rezeki.

b.    Baginya, pujian dan celaan sama saja. Ia tidak bergembira jika dipuji dan tidak bersusah hati jika dicela.

c.    Mendahulukan ridha Allah daripada ridha manusia. Jiwanya tenang karena hatinya selau tertaut dengan Allah dan bahagia karena dapat mengerjakan syariat-Nya.

Melalui buku ini, Syekh Abdul Qadir Jailani menunjukkan bagaimana cara menghindari cinta dunia berlebihan, yaitu melihat hal-hal duniawi dengan mata hati (hati nurani). Jika kita melihat dengan mata hati, maka kita bisa melihat sisi buruk di balik gemerlapnya dunia ini, sehingga kita bisa lebih berhati-hati menghadapinya. Zuhud adalah pakaian tasawuf. Sebelum berlaku zuhud, kita harus makan makanan yang halal, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, supaya bisa menjernihkan hati. Kata tasawuf istilah Bahasa Arab berupa turunan dari kata shafa yang artinya suci atau bersih secara lahir dan batin. Oleh karena itu, mulailah dari asupan makanan yang halal dan suci.

Ibnu Qudamah Al-Muqadasi mengemukakan tujuh macam keperluan manusia selama hidup disertai cara orang zuhud menyikapinya, yaitu:

a. Makan. Orang zuhud makan hanya sekadar mengganjal lapar dan menambah kekuatan tubuhnya agar bisa beribadah kepada Allah. Tidak sampai berlebih-lebihan.

b. Pakaian. Orang zuhud mengenakan pakaian hanya untuk menutup tubuhnya dari panas dan dingin. Bukan untuk berhias dan bermewah-mewahan. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian sederhana, bukan yang mahal.

c. Tempat tinggal. Orang zuhud memilih tempat tinggal di daerah yang mudah untuk beribadah kepada Allah. Rumahnya sederhana, tidak mewah. Yang diutamakan adalah kerajinan dan kebersihan.

d. Perabotan rumah tangga. Perabotan rumah orang zuhud sekadar untuk keperluan sehari-hari, tidak lebih dari itu.

e. Nikah. Orang zuhud menikah agar hidupnya tenang, mengembangkan keturunan, dan menjaga kehormatan agar tidak jatuh ke dalam kebinasaan. Nikah juga sebagai sarana ibadah dengan menafkahi istri.

f.   Harta kekayaan. Orang zuhud selalu berusaha mencari rezeki, lalu digunakan untuk mengembangkan agama dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Orang zuhud tidak akan menimbun harta berlebih, karena hatinya tidak lekat dengan kekayaan.

g. Jabatan. Baik jabatan tinggi maupun rendah, baginya sama saja. Karena semua ibadah dan tingkah lakunya hanya untuk Allah semata.

4.    Sabar dan Tenang

Sabar membantu memperkuat agama menghadapi dorongan hawa nafsu. Sabar merupakan sifat yang membedakan manusia dan hewan dalam menundukkan hawa nafsu dan menghadapi ujian. Ujian dari Allah bertingkat, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Allah menguji kita untuk mengukur seberapa kuat iman kita. Menghadapi itu semua tidak ada yang bisa dilakukan kecuali dengan sabar. Sabar merupakan penerang bagi setiap muslim dari kebinasaan dan keputusasaan. Jangan lupa sikap sabar disertai dengan sikap tenang. Karena tenang mampu menjernihkan pikiran. Ketenangan adalah sikap yang langka di masa modern ini, seiring semakin tingginya tuntutan kehidupan. Sikap tenang perlu dilakukan, supaya bisa menyelesaikan masalah dengan baik dan bisa diterima semua pihak.

Ada tiga bentuk ujian yang diberikan Allah kepada manusia, yaitu:

  1. ujian jasmani dan rohani (pribadi), misalnya sakit, kecelakaan, gelisah, duka cita, tidak aman, dan sebagainya;
  2. ujian harta, berupa kehilangan, kecopetan, kebakaran, terkena bencana, dan sebagainya; serta
  3. ujian sanak keluarga dan keturunan, contohnya kematian, penyakit, cacat, syaraf, dan sebagainya.

Menurut Syekh Abdul Qadir Jailani ada dua sebab turunnya ujian atau cobaan, yaitu:

  1. peringatan kepada manusia yang telah menyimpang dari ajaran Allah, dan
  2. takdir Allah sendiri untuk menguji hamba-Nya.

Baik sebagai peringatan maupun takdir, cara menyikapiya sama, yaitu dengan sabar dan tenang. Walaupun dengan sebab yang berbeda, kita sama-sama mendapatkan keuntungan jika menghadapi dengan sabar dan tenang. Jika sebagai peringatan, sikap sabar bisa menghapus dosa-dosa yang telah kita lakukan, baik sengaja maupun tidak sengaja. Jika sebagai takdir, sabar bisa menambah pahala dan meningkatkan derajat kita di hadapan Allah. Belajar dari pahitnya pengalaman di masa lalu agar tidak mengulangi kesalahan yang sama juga merupakan manifestasi dari sifat sabar.

Ada empat macam bentuk sabar, yaitu:

  1. Menahan diri dari segala perbuatan jahat dan dorongan hawa nafsu. Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa perang terbesar bagi umat muslim adalah perang melawan hawa nafsu. Berdasarkan pengalaman pribadi, sabar melawan hawa nafsu adalah sabar yang paling sulit dilakukan.
  2. Sabar dalam menjalankan kewajiban-kewajiban agama dan tidak merasa bosan atau berat dalam melakukannya.
  3. Sabar dalam membela kebenaran, berupa melindungi kemaslahatan dan menjaga nama baik dirinya sendiri, keluarganya, dan bangsanya.
  4. Sabar dalam menghadapi kehidupan dunia. Yaitu tidak terlena dengan keindahan dunia dan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama. Dunia adalah alat untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan akhirat, kehidupan yang abadi setelah kematian.

Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya umur, beban hidup semakin meningkat. Mulai dari sekolah, kuliah, meniti karier, hingga berkeluarga. Quotes, nasihat, kata bijak, kata mutiara, hingga kutipan ayat kitab suci bertebaran di akun-akun media sosial. Fenomena ini menunjukkan bahwa manusia membutuhkan tuntunan dan pedoman hidup. Sejatinya Alquran diturunkan sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat manusia, bukan hanya umat muslim. Namun tidak semua orang mau menerima ayat-ayat Alquran secara langsung, karena butuh pemaknaan khusus supaya bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Inilah sebabnya muncul ilmu tafsir. Tafsir Alquran pun ada beragam versi dan tak jarang muncul perbedaan pendapat, padahal ayat yang ditafsirkan sama.

Nah, diharapkan ilmu tasawuf mampu menjadi perantara yang tepat untuk mendakwahkan ajaran-ajaran Alquran. Sebetulnya Syekh Abdul Qadir Jailani juga menulis tafsir Al-Jailani, namun penafsirannya sangat dalam dari segi tasawuf. Penyalinan dan penerjemahan manuskripnya saja belum selesai dan tampaknya mansyarakat awam akan sulit memahaminya. Buku ini dapat dikatakan sebagai ringkasan dari ajaran-ajaran beliau yang lebih sederhana sehingga sekiranya lebih mudah dipahami oleh banyak kalangan dibanding tafsir Al=Jailani. Buku ini banyak mengutip ayat Alquran dan Hadis yang semakin menunjukkan bahwa ilmu tasawuf adalah pengejawantahan dari dua sumber utama hukum Islam tersebut. Semoga ilmu tasawuf ini bisa menjadi tuntunan hidup masyarakat dan menjadi jawaban atas kompleksnya problematika kehidupan di zaman modern ini. Amin Ya Robbal Alamin.

Referensi:

https://bintangtimur.net/biografi-singkat-syeikh-abdul-qadir-jailani/

Komentar

Postingan populer dari blog ini